dr. ARIS
EKOSULISTIYONO
KEPALA UPT P3 KAB.KEBUMEN
Firman
Allah : “Apa yang kamu berikan (pinjaman) dalam bentuk riba agar
harta manusia betambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum
: 39). Menurut pandangan kebanyakan
manusia, pinjaman dengan sistem bunga akan
dapat membantu ekonomi masyarakat yang pada gilirannya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi rakyat. Anggapan tersebut telah menjadi keyakinan kuat
hampir setiap orang, baik ekonom, pemeritah maupun praktisi. Keyakinan kuat itu
juga terdapat pada inetelektual muslim terdidik yang tidak berlatar belakang
pendidikan ekonomi. Karena itu tidak aneh, jika para pejabat negara dan
direktur perbankan seringkali bangga melaporkan jumlah kredit yang dikucurkan
untuk pengusaha kecil sekian puluh triliun rupiah. Begitulah pandangan dan
keyakinan hampir semua manusia saat ini dalam memandang sistem kredit dengan
instrumen bunga. Itulah
pandangan material (zahir) manusia yang seringkali terbatas
.
Pandangan
umum di atas dibantah oleh Allah dalam Al-quran surah Ar-Rum : 39, “ Apa “Apa
yang kamu berikan (berupa pinjaman) dalam bentuk riba agar harta manusia
bertambah, maka hal itu tidak bertambah di sisi Allah” (QS.ar-Rum : 39). Ayat
ini menyampaikan pesan moral, bahwa pinjaman (kredit) dengan sistem bunga
tidak akan membuat ekonomi masyarakat tumbuh secara agregat dan adil. Pandangan
Al-quran ini secara selintas sangat kontras dengan pandangan manusia
kebanyakan. Manusia menyatakan bahwa pinjaman dengan sistem bunga akan
meningkatkan ekonomi masyarakat, sementara menurut Allah, pinjaman dengan
sistem bunga tidak membuat ekonomi tumbuh dan berkembang.
Mengapa
Allah mengatakan pinjaman kredit dengan sistem bunga tidak menumbuhkan ekonomi
?. Di sinilah keterbatasan akal (pemikiran) sebagian besar manusia. Mereka
hanya memandang secara dangkal, kasat mata dan material (zahir) belaka. Dari
sinilah muncul konsep meta-ekonomi Islam, yaitu, sebuah pandangan ekonomi yang
berada di luar akal material manusia yang dangkal.
Dampak
Bunga.
Harus
dicatat, bahwa Al-quran membicarakan riba (bunga) dalam ayat tersebut dalam
konteks ekonomi makro, bukan ”hanya” ekonomi mikro. Bahkan sisi ekonomi makro
jauh lebih besar. Kesalahan manusia kapitalis, termasuk ahli agama Islam yang
tak berlatar belakang ekonomi, adalah menempatkan dan membahas riba dalam
konteks ekonomi mikro semata. Membicarakan riba dalam konteks ekonomi makro
adalah mengkaji dampak riba terhadap ekonomi masyarakat secara agregat
(menyeluruh), bukan individu atau perusahaan (institusi). Sedangkan
membicarakan riba dalam lingkup mikro, adalah membahas riba hanya dari sisi
hubungan kontrak antara debitur dan kreditur. Biasanya yang dibahas berapa
persen bunga yang harus dibayar oleh si A atau perusahaan X selaku debitur
kepada kreditur. Juga, apakah bunga yang dibayar debitur sifatnya memberatkan
atau menguntungkan. Ini disebut kajian dari perspektif ekonomi mikro.
Padahal
dalam ayat, Al-Quran menyoroti praktek riba yang telah sistemik, yaitu riba
yang telah menjadi sistem di mana-mana, riba yang telah menjadi instrumen
ekonomi, sebagaimana yang diyakini para penganut sistem ekonomi
kapitalisme.Dalam sistem kapitalis ini, bunga bank (interest rate) merupakan
jantung dari sistem perekonomian. Hampir tak ada sisi dari perekonomian, yang
luput dari mekanisme kredit bunga bank (credit system). Mulai dari transaksi
lokal pada semua struktur ekonomi negara, hingga perdagangan internasional.
Jika
riba telah menjadi sistem yang mapan dan telah mengkristal sedemikian kuatnya,
maka sistem itu akan dapat menimbulkan dampak buruk bagi perekonomian secara
luas. Dampak sistem ekonomi ribawi tersebut sangat membahayakan perekonomian.
Pertama,
Sistem ekonomi ribawi telah banyak menimbulkan krisis ekonomi di mana-mana
sepanjang sejarah, sejak tahun 1930 sampai saat ini. Sistem ekonomi ribawi
telah membuka peluang para spekulan untuk melakukan spekulasi yang dapat
mengakibatkan volatilitas ekonomi banyak negara. Sistem ekonomi ribawi menjadi
puncak utama penyebab tidak stabilnya nilai uang (currency) sebuah negara.
Karena uang senantiasa akan berpindah dari negara yang tingkat bunga riel yang
rendah ke negara yang tingkat bunga riel yang lebih tinggi akibat para
spekulator ingin memperoleh keuntungan besar dengan menyimpan uangnya dimana
tingkat bunga riel relatif tinggi. Usaha memperoleh keuntungan dengan cara ini,
dalam istilah ekonomi disebut dengan arbitraging. Tingkat bunga riel disini
dimaksudkan adalah tingkat bunga minus tingkat inflasi.
Kedua,
di bawah sistem ekonomi ribawi, kesenjangan pertumbuhan ekonomi masyarakat
dunia makin terjadi secara konstant, sehingga yang kaya makin kaya yang miskin
makin miskin. Data IMF menunjukkan bagaimana kesenjangan tersebut terjadi.
Ketiga,
Suku bunga juga berpengaruh terhadap investasi, produksi dan terciptanya
pengangguran. Semakin tinggi suku bunga, maka investasi semakin menurun. Jika
investasi menurun, produksi juga menurun. Jika produksi menurun, maka akan meningkatkan
angka pengangguran.
Keempat,
Teori ekonomi juga mengajarkan bahwa suku bunga akan secara signifikan
menimbulkan inflasi. Inflasi yang disebabkan oleh bunga adalah inflasi yang
terjadi akibat ulah tangan manusia. Inflasi seperti ini sangat dibenci Islam,
sebagaimana ditulis Dhiayuddin Ahmad dalam buku Al-Quran dan Pengentasan
Kemiskinan. Inflasi akan menurunkan daya beli atau memiskinkan rakyat dengan
asumsi cateris paribus.
Kelima,
Sistem ekonomi ribawi juga telah menjerumuskan negara-negara berkembang kepada
debt trap (jebakan hutang) yang dalam, sehingga untuk membayar bunga saja
mereka kesulitan, apalagi bersama pokoknya.
Kenam,
dalam konteks Indonesia, dampak bunga tidak hanya sebatas itu, tetapi juga
berdampak terhadap pengurasan dana APBN. Bunga telah membebani APBN untuk
membayar bunga obligasi kepada perbakan konvensional yang telah dibantu dengan
BLBI. Selain bunga obligasi juga membayar bunga SBI. Pembayaran bunga yang
besar inilah yang membuat APBN kita defisit setiap tahun. Seharusnya APBN kita
surplus setiap tahun dalam jumlah yang besar, tetapi karena sistem moneter
Indonesia menggunakan sistem riba, maka tak ayal lagi, dampaknya bagi seluruh
rakyat Indonesia sangat mengerikan .
Dengan
fakta tersebut, maka benarlah Allah yang mengatakan bahwa sistem bunga tidak
menumbuhkan ekonomi masyarakat, tapi justru menghancurkan sendi-sendi
perekonomian negara, bangsa dan masyarakat secara luas. Itulah sebabnya, maka
lanjutan ayat tersebut pada ayat ke 41 berbunyi :”Telah nyata kerusakan
di darat dan di laut, karena ulah tangan manusia, supaya kami timpakan kepada
mereka akibat dari sebagian perilaku mereka.Mudah-mudahan mereka kembali ke
jalan Allah”
Konteks
ayat ini sebenarnya berkaitan dengan dampak sistem moneter ribawi yang
dijalankan oleh manusia. Kerusakan ekonomi dunia dan Indonesia berupa krisis
saat ini adalah akibat ulah tangan manusia yang menerapkan riba yang
bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Berdasarkan
kenyataan itu, maka sekali lagi, maha benarlah firman Allah yang mengatakan
bahwa riba tidak menumbuhkan ekonomi masyarakat. Inilah meta ekonomi Islam yang
terdapat dalam ayat 39 Surah Ar-Rum.
Dalam
pendangan seorang banker atau debitur, sistem bunga yang mereka terapkan yang
dilandasai saling ridha dan terkesan tidak ada saling menzalimi di antara
mereka, dianggap sebagai sebuah sistem yang wajar dan tidak menjadi masalah.
Bahkan bersifat positif-konstruktif bagi masyarakat. Inilah pandangan ekonomi
mikro yang sering menjerumuskan banyak orang yang akalnya terbatas.Begitulah,
akal manusia sering kali tidak bisa menjangkau apa yang dibalik realitas ekonomi.
Padahal sistem riba itu justru merusak dan sama sekali tidak membawa
pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya. Inilah yang dijelaskan Al-Quran dalam
surah Ar-Rum ayat 39 di atas. Inilah konsep meta ekonomi Islam dalam larangan
riba. Namun, bagi para ekonom Islam, hal tersebut bukan lagi meta, tapi fakta,
karena mereka telah melihat fakta riil kerusakan ekonomi masyarakar, negara dan
dunia akibat riba (bunga). Mereka telah melihat secara nyata bahwa riba tidak
akan menumbuhkan perekonomian masyarakat. Meta ekonomi Islam dalam larangan
riba hanya relevan bagi para penganut dan pengamal ekonomi ribawi yang
mayoritas di negeri ini. Tugas pakar ekonomi syari’ah untuk menjelaskan meta
ekonomi Islam itu kepada penganut dan pengamal kapitalisme ribawi yang masih
mayoritas di negeri ini.wss.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar